Sabtu, 22 Juni 2013

Yang Dimuat Jawa Post 24/02/13


Otakotak

Di rumahku sedang ada pesta. Pesta para penyair. Di halaman belakang yang tak berumput, empat meja makan berjejer. Satu meja empat kursi duduk. Di atas meja tidak ada kudapan mewah. Di meja hanya tersaji jus tomat buatan Semi.
Di meja I:
Acep sedang sibuk menanak bahasa sunyi dan pasir besi; Tarji yang masih menegak mantra kinasih; Afrizal yang tekun dengan puisi batu, kompor gas, dan tulang ikan asin; Bisri yang mebilasbilas balsem di
buku catatannya.

Di meja II:
Arif tengah kesurupan lambang; Ook juga sama meliukliuk kerasukan ular naga; Ahda yang menuai bahasa kuda; Alwy  yang mengacakngacak rajah dari babad.
Di meja III:
Gunawan memeragakan bahasa cicak dan termometer; Soni yang terus meramu pupuk bunga Bakung; Godi yang mabuk ngeblues dengan si Ujang menerkanerka sisasisa waktu; Q-Anees yang terus menerus merangkul salam Maulana.
Di meja IV:
Saut yang berkoar bahasa api; Sapardi yang menunduk menggali bahasa tanah; Agus yang mengguar namanama manusia; Mardi mesra mencium bibir laut kelabu.

Sebagai tuan rumah; aku, istriku, anakku (Mentari dan Katumbiri) gembira menyantap sajian otak!

2013


Izra

Izra, di sini aku lelah
Mendengar jerit anakanak ditusuk jarum
Dibelit selang infus. Ibu yang menjerit kehilangan nyawa anaknya.
Suarasuara resah para pelayat, kucing kerempeng yang menunggu sisa makanan. Tikustikus got yang gembira mencuri roti.

Kematian memang seperti rainbow cake yang dibekal para pelayat. Warnawarni namun pucat. Atau roti tawar tanpa sele kacang. Tapi itu memang titah. Tuhan pasti gembira.

Izra, kau bawa konser ini dengan langgam jazz. Penuh improvisasi. Melantun lambat terkadang cepat. “if you got the blues just knocking the wood,” katamu.

Di Sebuah Restoran; Empat Orang Berbincang Tentang Tato

Di sebuah restoran; empat orang berbincang tentang tatonya
Masing-masing. Mereka saling memamerkan gambar juga huruf yang menghias
di setiap lekuk tubuhnya.
Laki-laki bertubuh gemuk berdiri dan membanggakan tatonya,
"Lihat tatoku, ini irezumi; tato Yakuza. Bagus kan?". "Melihat tato ini orang-
orang pada takut. Bungkam semua!"
Seekor naga membelit lingkaran tubuhnya. Sisiknya terlihat runcing, dengan warna-warna soga. Kepalanya menyembul ke atas, dengan api yang membara.

Yang perempuanpun  berdiri. Sambil menunduk, dia memperlihatkan
tatonya di pundak. "Kalau aku, gambar kupu-kupu kontemporer." "Lihat oleh kalian, sayapnya yang berwarna merah dan ungu memancarkan sinar yang cantik sekali bukan?" katanya. "Jika malam, dia akan terbang, hinggap ke berbagai tempat di mana ular-ular sanca bersarang.”

Kemudian laki-laki berjubah  yang dari tadi seperti tepekur angkat bicara, "Kalau saya cukup di dadar, kalian tahu tatoku. Ini gambar burung Simurg. Lambang pengetahuan, lambang Tuhan, biasa dipakai oleh para Sufi." "Simurg ini, akan selalu terbang dan menari  ke langit kalau aku sedang dzikir.”

Tiba-tiba seorang laki-laki sepuh, yang selalu terdiam, berdiri dan bicara.
"Hai kalian, hanya karena tato engkau begitu bangga. Apa engkau lupa akulah tukang tato itu!"
"Lihat oleh kalian, dengan jarum ini (sambil menunjuk pada jarum yang lagi tunduk, yang bersembunyi di dalam celananya) aku telah menato Ibumu."
“Jadilah kalian itu, apa kalian tidak malu!”


Laki-laki sepuh keluar dari restoran. Asap rokok masih menyimpan jejak terompahnya.

Hilang, di rindang malam.

2010-2012


Di Meja Makan

Di meja makan tak tersaji sambal terasi. Hanya
Goreng dada, paha dan sayap ayam ala Amerika
Minuman soda dan udara buatan.
Di ruangan ini diriung kacakaca; manusia
Seperti ikanikan dalam aquarium.
Di bangku pojok. Lakilaki berkepala botak, berbaju international jazz festival
Lahap menyantap dua dada ayam sesekali khusuk menatap
Tayangan sinetron di tivi yang dipajang di pojok atas dinding.

Seperti karnaval memang. Para koki yang sibuk bermain minyak panas. Setiap detik harus tepat tersaji.  Eskalator yang tak hentihentinya berputar, menahan beban para pendatang. Lakilaki bercelana pensil. Perempuan bercelana Hot pants. Gigi yang berkawat serta tas belanjaan yang padat.

Di luar. Udara semakin kopong. Di parkiran gedung; Harley Davidson, Fortuner,
Pajero, serta Hammer yang mengangkang. Mengilau memecah cahaya matahari. Helicak, Bemo, Becak, dan ojeg entah ke mana?

Udara semakin kopong sayang. Udara semakin kopong sayang!

2013


Sungai Cimanuk

Menelusuri Cimanuk
Aku tak mau singgah di payudaranya
Atau bergelayutan di rambutnya yang bercabang.
Aku mau tenggelam saja seperti para penyelam
Menyusuri tubuhnya yang sakral
Tempat para terpedo berdiam. Batu-batu berlumut. Dingin dan sejuk.

Aku sudah tak mau mencium bibirnya. Duduk di gigirnya.
Rumput-rumput sudah dibakar. Hijau rumput menjadi warna arang. Cuaca semakin garang. Batu-batu dibelah. Pasir-pasir gelisah.

Menelusuri Cimanuk
Aku masih tetap bersandar di punggungnya. Menikmati kelapa muda.
Sambil mendengar kau bercerita. “Jika berbicara tentang sungai. Maka kita harus bertanya pada muara, tempat aku menggenang. Atau pada setiap busa gelembung  yang melingkar di batu-batu.”

Menelusuri Cimanuk
Terakhir kau berbisik,
“Terus ziarahi aku, sayang!”

2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar